Minggu, 24 Maret 2013
wajah hukum indonesia
Wajah Hukum Indonesia
Maraknya kasus-kasus hukum yang terjadi di Indonesia merupakan refleksi serta cermin wajah banga Indonesia sekarang ini. Oleh sebab itu, lembaga hukum di negeri ini membutuhkan dorongan yang kuat untuk memperbaiki itu.
Hal tersebut disampaikan oleh Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Hinca Panjaitan usai menjadi pembicara di acara Polemik SINDO Radio dengan tema 'Setahun Wajah HUkum Indonesia', di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2012).
“Wajah hukum saat ini adalah refleksi wajah negeri ini. Wajah hukum terus memberikan perhatian. Setahun ini merupakan peristiwa yang berlanjut sejak pelantikan Pak SBY tahun 2004. Kejahatan yang terjadi tidak hanya terjadi pada lembaga tapi individu untuk masyarakat. Hal ini membutuhkan energi yang kuat. Apa yang terjadi setaun ini harus didorong terus agar lebih baik," ujarnya.
Selain itu, Hinca juga mengatakan, wajah hukum Indonesia sangat erat hubungannya dengan media, dimana media bebas untuk meliput langsung proses berjalannya persidangan.
"Ruang penegakan hukum ini telah terbuka lebar dimedia. Saya kira Indonesia yang memberikan kebebasan bagi media untuk meliput langsung seperti peliputan langsung persidangan. Ruang demokrasi membuka ruang untuk menyatakan pendapat," tambahnya.
Dia mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang begitu besar seyogyanya harus selalu dikontrol untuk mencegah tindak korupsi.
"Jika melihat APBN yang begitu besar harus diantisipasi, agar tidak terjadi korupsi. Peristiwa di KPK jadi terang benderang di masyarakat. Artinya kita menyadari bahwa penegakan hukum menjadi hal yang penting," katanya.
Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di Indonesia tanpa adanya keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat yang terluka oleh hukum, dan kemarahan masyarakat pada mereka yang memanfaatkan hukum untuk mencapai tujuan mereka tanpa menggunakan hati nurani. Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negri maupun luar negri. Dari sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempati peringkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar biasa dibandingkan dengan bidang hukum lainnya. Bidang hukum pidana merupakan bidang hukum yang paling mudah untuk dijadikan indikator apakah reformasi hukum yang dijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau belum. Hukum pidana bukan hanya berbicara tentang putusan pengadilan atas penanganan perkara pidana, tetapi juga meliputi semua proses dan sistem peradilan pidana. Proses peradilan berawal dari penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian dan berpuncak pada penjatuhan pidana dan selanjutnya diakhiri dengan pelaksanaan hukuman itu sendiri oleh lembaga pemasyarakatan. Semua proses pidana itulah yang saat ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena kinerjanya, atau perilaku aparatnya yang jauh dari kebaikan. Di awal tahun 2010 ini, kita dapat mengatakan semua institusi penegak hukum dalam proses pidana mendapat sorotan yang tajam.
Dari kepolisian kita akan mendengar banyaknya kasus penganiayaan dan pemerasan terhadap seorang tersangka yang dilakukan oknum polisi pada saat proses penyidikan. Terakhir perihal kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Institusi kejaksaan juga tidak luput dari cercaaan, dengan tidak bisa membuktikannya kesalahan seorang terdakwa di pengadilan, bahkan terakhir muncul satu kasus dimana jaksa gagal melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum yang baik setelah surat dakwaannya dinyatakan tidak dapat diterima. Adanya surat dakwaan yang tidak dapat diterima oleh majelis hakim, menunjukkan bahwa jaksa tersebut telah menjalankan tugasnya dengan dengan tidak profesioanl dan bertanggung jawab. Ironisnya tidak diterimanya surat dakwaan tersebut disebabkan karena hampir sebagian besar tanda tangan di berita acara pemeriksaan (BAP) merupakan tanda tangan palsu. Akhirnya proses pidana sampai di tangan hakim (pengadilan) untuk diputus apakah terdakwa bersalah atau tidak. Hakim sebagai orang yang dianggap sebagai ujung tombak untuk mewujudkan adanya keadilan, ternyata tidak luput juga dari cercaan masyarakat. Banyaknya putusan yang dianggap tidak adil oleh masyarakat telah menyebabkan adanya berbagai aksi yang merujuk pada kekecewaan pada hukum. Banyaknya kekecewaan terhadap pengadilan (hakim) ini terkait dengan merebaknya isu mafia peradilan yang terjadi di tubuh lembaga berlambang pengayoman tersebut. Institusi yang seharusnya mengayomi hukum ini sempat menyeret nama pimppinan tertingginya sebagai salah satu mafia peradilan. Meskipun kebenarannya sampai saat ini belum terbukti, namun kasus ini menunjukkan bahwa pengadilan masuk sebagai lembaga yang tidak dipercaya oleh masyarakat. Jika kita sudah tidak percaya lagi pada pengadilan, pada institusi mana lagi kita akan meminta keadilan di negri ini?
Mafia peradilan ternyata tidak hanya menyeret nama hakim semata, tetapi justru sudah merebak sampai pegawai-pegawainya. Panitera pengadilan yang tugasnya tidak memutus perkara ternyata juga tidak luput dari jerat mafia suap. Bahkan kasus suap ini telah menyeret beberapa nama sampai ke pengadilan. Ironisnya mafia ini juga sampai ke tangan para wakil rakyat yang ada di kursi pemerintahan. Sungguh ironis sekali kenyataan yang kita lihat sampai hari ini, yang semakin membuat bopeng wajah hukum Indonesia.
Uraian di atas menunjukkan betapa rusaknya hukum di Indonesia. Mungkin yang tidak mendapat sorotan adalah lembaga pemasyarakatan karena tidak banyak orang yang mengamatinya. Tetapi lembaga ini sebenarnya juga tidak dapat dikatakan sempurna. Lembaga yang seharusnya berperan dalam memulihkan sifat para warga binaan (terpidana) ternyata tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Jumlah narapidana yang melebihi dua kali lipat dari kapasitasnya menjadikan nasib narapidana juga semakin buruk. Mereka tidak tambah sadar, tetapi justru belajar melakukan tindak pidana baru setelah berkenalan dengan narapidana lainnya. Tentunya ini jauh dari konsep pemidanaan yang sesungguhnya bertujuan untuk merehabilitasi terpidana. Bahkan fakta yang ada hari ini, beberapa narapidana dengan leluasanya membuat “aturan” sendiri dengan merubah hotel prodeo tersebut menjadi hotel bak bintang lima.
Sumber : http://nasional.sindonews.com
Seraut wajah hukum dan masyarakat Indonesia, MOEGIONO, 1983
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar