PEMIMPIN MUDA
Ambisi atau kapabilitas?
Pemimpin muda. Kata yang terdengar
sangat hebat dan berpengaruh. Menjadi pemimpin di usia muda adalah
sesuatu yang pastinya membanggakan. Ditangannya lah nasib apa yang
dipimpinnya, tanggungjawabnya begitu besar disaat usianya masih
tergolong sebagai pemuda. Masa muda yang di cap sebagai masa untuk
bersenang-senang kini tak bisa dibuktikan. Sebenarnya, jika konteksnya
adalah menjadi seorang pemimpin. Muda dan tua sama saja. Sama-sama
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Posisi pemimpin itu tetap
banyak yang memperebutkannya. Padahal pada kenyataannya pahitnya lebih
banyak dibandingkan rasa manis yang dirasakan.
Setiap pemimpin memang mempunyai kekuasaan, tapi bukan untuk menadi penguasa. Pemimpin adalah pemegang tanggung jawab untuk membawa orang-orang yang dipimpinnya mencapai tujuan bersama, bukan sibuk mewujudkan keinginan sendiri bersama-sama. Pemimpin adalah pelayan, bukan yang dilayani. Tapi, ketika semua keadaan berbalik, siapa yang disalahkan?
Sepertinya banyak kesalahpahaman yang terjadi. Ketika posisi seorang pemimpin diibaratkan sebagai subjek tunggal yang memiliki kekuasaan penuh, yang akan diperlakukan secara ekslusif bila dibandingkan orang lain. Banyak tawaran menggiurkan ketika mendudukinya, namun saya lebih senang menyebutnya sebagai episode akhir dari sebuah kepemimpinan jika ia terlena karenanya.
Salah jika pemimpin tidak merasakan kesengsaraan orang-orang yang ia bawahi. Salah jika kini posisi pemimpin disamakan dengan penguasa. Ketika dalam hati ini timbul keinginan untuk memimpin, sudah siapkah kita menanggung resikonya? Karena pada saatnya memimpin nanti, seorang pemimpin akan mengerjakan pekerjaan tersulit yang tidak bisa diselesaikan oleh bawahannya. Yang menanggung bayak cercaan dan keluhan ketika kinerjanya dipertanyakan. Yang tak bisa berbuat semaunya karena dirinya adalah teladan yang semua tindak-tanduknya diperhatikan.
Pemimpin harus melepaskan jaket keegoannya sebagai seorang individu karena permasahan bersama yang jadi prioritas. Yang tidur malamnya sedikit seiring banyaknya amanah yang ia emban. Bahkan bisa jadi tidak bisa tidur karena ia sangat terpikirkan oleh masalah atau musuh yang tengah dihadapi. Yang seharusnya paling semangat dan enerjik dikala orang lain sedang santai dan bermalas-malasan. Yang tak pernah lelah untuk belajar dan menerima kebenaran dari siapapun sekalipun dari anak kecil. Yang gelisah karena ketakutannya kalau-kalau ia menzhalimi ‘rakyat’ yang dipimpinnya tanpa sadar.
Mana bisa hidup tenang sebagai pemimpin jika ia tidak tau hakikat kepemimpinan itu sendiri, awam mengenai substansi kepemimpinan yang pada prakteknya butuh banyak pengorbanan. Terlebih jika tidak tau bagaimana memimpin sesuatu dengan cara yang benar. Adakah kita lihat sifat-sifat tersebut di wajah-wajah pemimpin saat ini?
Karena pemimpin akan dimintai pertagungjawabannya akan apa yag ia pimpin, hisab manusia mungkin hanya cercaan dan kritik pedas. Namun bagaimana hisab di hadapan tuhan nantinya? Mungkin sudah banyak yang lupa. Itulah sedikit paparan yang bisa saya berikan mengenai amanah dari sebuah kepemimpinan. Pun sudah selayaknya menjadi pertimbangan untuk maju sebagai seorang pemimpin. Bukan menyurutkan rasa kepercayaan diri setiap calon pemimpin. Termasuk diri saya sendiri. Namun, hendaknya kita dapat mendeteksi sedini mungkin apabila tindakan kita didasari oleh niat yang salah. Ambisi melahirkan penguasa, sedangkan kapabilitas melahirkan pemimpin yang tangguh. Pemimpin yang hebat ialah orang yang bukan berkata “Biarkan saya yang memimpin”. Melainkan orang yang diharap-harapkan kepemimpinannya oleh orang lain karena kecakapannya dan karena tingkah lakunya sehingga ia yang dianggap paling layak. Walaupun dia sebetulnya enggan karena tau resikonya. Namun amanah tak dapat ditolak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar