Sabtu, 22 Juni 2013

Jokowi: Dewa Pun Belum Tentu Bisa Tuntaskan Macet dan Banjir


Dua masalah pokok Jakarta yakni macet dan banjir ternyata masih akan menjadi trademark kota metrpolitan ini untuk tahun-tahun mendatang. Sang media “Jokowi” darling pun dibuat tak berdaya mengatasi dua masalah ini. Di awal masuknya musim penghujan kali ini Jakarta pun dibuat lumpuh oleh banjir dan kemacetan yang makin menggila. Banjir Jakarta makin menjadi dengan adanya gelontoran jutaan kubik air dari Bogor. Maka lengkap sudah penderitaan warga Jakarta, belum lagi penderitaan jutaan penglaju yang mencari nafkah di Jakarta, mereka kesulitan transportasi untuk sampai ke rumah, karena terjebak oleh banjir dan kemacetan.
Melihat tradisi tahunan Jakarta ketika musim hujan ini, Gubernur DKI Jakarta yang baru Jokowi pun membuat pernyataan: “Penanganan banjir itu memerlukan proses. Yang namanya banjir dan macet itu penanganannya perlu proses. Jangan harap kayak dewa yang bisa selesai hanya dengan membalikkan tangan. Dewa saja belum tentu bisa menyelesaikannya,” ungkapnya, Senin (19/11/2012). Kalau pak gubernur saja sudah merasa pesimistis untuk bisa menyelesaikan masalah banjir dan macet dalam waktu dekat, mudah-mudahan warga Jakarta masih diberikan kesabaran untuk menanti aksi-aksi gemilang pasangan gubernur dan wakil gubernur Jokowi – Ahok.
Gubernur DKI Jakarta Jokowi sebenarnya sudah mempunyai jurus-jurus ampuh untuk menangkal masalah banjir di Jakarta. Untuk jangka pendek dan menengah dalam mengatasi banjir, Jokowi mencoba mengajak pada seluruh masyarakat Jakarta untuk mengadakan gerakan gotong royong dan kerja bakti membersihkan selokan-selokan dari sampah. Pemerintah Daerah juga sudah mengadakan usaha pengerukan di sejumlah titik drainase DKI Jakarta dalam upaya mencegah dan meminimalisir dampak banjir di musim hujan. Kemudian Pemda juga akan menggalakan lagi pembuatan sumur resapan, yang sebenarnya sudah ada dalam Peraturan Gubernur, sehingga tinggal mengeksekusi. Disamping itu Jokowi akan terus memantau kesiapan pelaksanaan manajemen evakuasi banjir untuk meminimalisir korban jiwa sekaligus menangani dapur umum di daerah pengungsian korban banjir.
Dalam jangka panjangnya untuk mengatasi masalah banjir kiriman dari Bogor yang sudah menjadi tradisi tahunan, yakni dengan membelokkan aliran sungai Ciliwung ke waduk Ciawi. Hal ini menjadi proyek raksasa yang butuh waktu yang cukup panjang untuk melakukan kajian yang intensif sekaligus untuk merealisasikannya. Mengingat kompleksitas masalah strategi pmembelokkan aliran sungai Ciliwung ke waduk Ciawi, maka Jokowi akan lebih fokus untuk mengatasi masalah banjir ini dengan menggunakan strategi jangka pendek dan menengah seperti yang sudah dikemukakan diatas.
Sejarah banjir Jakarta sebenarnya sudah sangat panjang, bahkan mungkin sebelum kota ini bernama Jakarta, yakni dengan sebutan Batavia. Dari sejarah banjir tahunan tersebut, ada momentum yang sangat spektakuler, bertepatan pada tahun 1918, Prof. Dr. Herman Van Breen ditugaskan oleh Departement Waterstaat pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan studi pencegahan banjir di Batavia. Van Breen melahirkan sebuah konsep spektakuler dan visioner pada jaman itu yang dikenal dengan proyek Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur. Konsepnya sebenarnya cukup sederhana, yakni dengan membatasi volume air yang masuk ke Batavia melalui 13 sungai, diantaranya Sungai Cakung, Jati Kramat, Buaran, Sunter, Cipinang, Ciliwung, Cideng, Krukut, Grogol, Sekretaris, Pesanggrahan, Mookervart, dan Angke. Kemudian limpahan debit air yang melalui 13 sungai tersebut akan dibuang melalui sisi kiri dan kanan kota ke laut.
Dari hasil kajian Van Breen tersebut, maka empat tahun kemudian pada tahun 1922, dimulailah pembangunan tahap pertama, yaitu Banjir Kanal Barat. Dan sejarah mencatat bahwa pemerintah Hindia Belanda telah mewariskan Banjir Kanal Barat pada pemerintah Indonesia. Sementara sejarah juga mencatat bahwa sampai Indonesia merdeka, mimpi Herman Van Breen untuk melanjutkan pembangunan Banjir Kanal Timur sebagai tahap kedua untuk membebaskan Batavia dari banjir tidak pernah terwujud.
Kesadaran untuk merealisasikan mimpi Herman Van Breen tentang proyek Banjir Kanal Timur baru disahkan dalam rencana Tata Kota DKI pada tahun 1973. Namun pelaksanaanya baru direalisasikan semasa periode Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dalam periode pemerintahannya yang kedua 2002 – 2007. Sampai akhir pemerintahan Sutiyoso baru terwujud panjangnya hanya 7 km dari 23,5 km dalam rencana Banjir Kanal Timur yang sudah digali. Akhirnya baru pada masa periode Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo 2007 – 2012, proyek Banjir Kanal Timur bisa dituntaskan.
Untuk mengatasi banjir tahunan, masyarakat Jakarta sangat mengharapkan pada masa periode Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ini mempunyai sebuah langkah terobosan, sebagaimana proyek pembangunan Banjir Kanal Timur. Perintisan proyek pembelokkan aliran sungai Ciliwung ke waduk Ciawi atau pembangunan dam pinggir pantai utara Jakarta, menjadi suatu alternatif solusi untuk mengatasi banjir tahunan di Jakarta. Dengan upaya tersebut, maka Gubernur DKI Jakarta Jokowi juga akan dikenang sebagai tokoh perintis guna mengatasi banjir di Jakarta, karena Dewa pun belum tentu bisa tuntaskan masalah banjir di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar