Dua
masalah pokok Jakarta yakni macet dan banjir ternyata masih akan
menjadi trademark kota metrpolitan ini untuk tahun-tahun mendatang. Sang
media
“Jokowi” darling pun dibuat tak berdaya mengatasi dua masalah ini. Di
awal masuknya musim penghujan kali ini Jakarta pun dibuat lumpuh oleh
banjir dan kemacetan yang makin menggila. Banjir Jakarta makin menjadi
dengan adanya gelontoran jutaan kubik air dari Bogor. Maka lengkap sudah
penderitaan warga Jakarta, belum lagi penderitaan jutaan penglaju yang
mencari nafkah di Jakarta, mereka kesulitan transportasi untuk sampai ke
rumah, karena terjebak oleh banjir dan kemacetan.
Melihat tradisi tahunan Jakarta ketika musim hujan ini, Gubernur DKI Jakarta yang baru Jokowi pun membuat pernyataan: “Penanganan
banjir itu memerlukan proses. Yang namanya banjir dan macet itu
penanganannya perlu proses. Jangan harap kayak dewa yang bisa selesai
hanya dengan membalikkan tangan. Dewa saja belum tentu bisa
menyelesaikannya,” ungkapnya, Senin (19/11/2012). Kalau pak gubernur saja sudah
merasa pesimistis untuk bisa menyelesaikan masalah banjir dan macet
dalam waktu dekat, mudah-mudahan warga Jakarta masih diberikan kesabaran
untuk menanti aksi-aksi gemilang pasangan gubernur dan wakil gubernur
Jokowi – Ahok.
Gubernur
DKI Jakarta Jokowi sebenarnya sudah mempunyai jurus-jurus ampuh untuk
menangkal masalah banjir di Jakarta. Untuk jangka pendek dan menengah
dalam mengatasi banjir, Jokowi mencoba mengajak pada seluruh masyarakat
Jakarta untuk mengadakan gerakan gotong royong dan kerja bakti
membersihkan selokan-selokan dari sampah. Pemerintah Daerah juga sudah
mengadakan usaha pengerukan
di sejumlah titik drainase DKI Jakarta dalam upaya mencegah dan
meminimalisir dampak banjir di musim hujan. Kemudian Pemda juga akan
menggalakan lagi pembuatan sumur resapan, yang sebenarnya sudah ada
dalam Peraturan Gubernur, sehingga tinggal mengeksekusi. Disamping itu
Jokowi akan terus memantau kesiapan pelaksanaan manajemen evakuasi
banjir untuk meminimalisir korban jiwa sekaligus menangani dapur umum di
daerah pengungsian korban banjir.
Dalam
jangka panjangnya untuk mengatasi masalah banjir kiriman dari Bogor
yang sudah menjadi tradisi tahunan, yakni dengan membelokkan aliran
sungai Ciliwung ke waduk Ciawi. Hal ini menjadi proyek raksasa yang
butuh waktu yang cukup panjang untuk melakukan kajian yang intensif
sekaligus untuk merealisasikannya. Mengingat kompleksitas masalah
strategi pmembelokkan aliran sungai Ciliwung ke waduk Ciawi, maka Jokowi
akan lebih fokus untuk mengatasi masalah banjir ini dengan menggunakan
strategi jangka pendek dan menengah seperti yang sudah dikemukakan
diatas.
Sejarah
banjir Jakarta sebenarnya sudah sangat panjang, bahkan mungkin sebelum
kota ini bernama Jakarta, yakni dengan sebutan Batavia. Dari sejarah
banjir tahunan tersebut, ada momentum yang sangat spektakuler,
bertepatan pada tahun 1918, Prof. Dr. Herman Van Breen ditugaskan oleh Departement Waterstaat pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan studi pencegahan banjir di Batavia. Van
Breen melahirkan sebuah konsep spektakuler dan visioner pada jaman itu
yang dikenal dengan proyek Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur. Konsepnya sebenarnya cukup sederhana, yakni dengan
membatasi volume air yang masuk ke Batavia melalui 13 sungai,
diantaranya Sungai Cakung, Jati Kramat, Buaran, Sunter, Cipinang,
Ciliwung, Cideng, Krukut, Grogol, Sekretaris, Pesanggrahan, Mookervart,
dan Angke. Kemudian limpahan debit air yang melalui 13 sungai tersebut akan dibuang melalui sisi kiri dan kanan kota ke laut.
Dari hasil kajian Van Breen tersebut, maka empat tahun kemudian pada tahun 1922, dimulailah pembangunan tahap pertama, yaitu Banjir Kanal Barat. Dan sejarah mencatat bahwa pemerintah Hindia Belanda telah mewariskan Banjir Kanal Barat pada pemerintah Indonesia. Sementara sejarah juga mencatat bahwa sampai
Indonesia merdeka, mimpi Herman Van Breen untuk melanjutkan pembangunan
Banjir Kanal Timur sebagai tahap kedua untuk membebaskan Batavia dari
banjir tidak pernah terwujud.
Kesadaran untuk merealisasikan mimpi Herman Van Breen tentang proyek Banjir Kanal Timur baru disahkan dalam rencana Tata Kota DKI pada tahun 1973. Namun
pelaksanaanya baru direalisasikan semasa periode Gubernur DKI Jakarta
Sutiyoso dalam periode pemerintahannya yang kedua 2002 – 2007. Sampai
akhir pemerintahan Sutiyoso baru terwujud panjangnya hanya 7 km dari 23,5 km dalam rencana Banjir Kanal Timur yang sudah digali. Akhirnya baru pada masa periode Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo 2007 – 2012, proyek Banjir Kanal Timur bisa dituntaskan.
Untuk
mengatasi banjir tahunan, masyarakat Jakarta sangat mengharapkan pada
masa periode Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ini mempunyai sebuah
langkah terobosan, sebagaimana proyek pembangunan Banjir Kanal Timur.
Perintisan proyek pembelokkan aliran sungai Ciliwung ke waduk Ciawi
atau pembangunan dam pinggir pantai utara Jakarta, menjadi suatu
alternatif solusi untuk mengatasi banjir tahunan di Jakarta. Dengan
upaya tersebut, maka Gubernur DKI Jakarta Jokowi juga akan dikenang
sebagai tokoh perintis guna mengatasi banjir di Jakarta, karena Dewa pun belum tentu bisa tuntaskan masalah banjir di Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar