Jika para artis dan orang terkenal kecanduan narkoba, maka kalangan pelajar dan mahasiswa saat ini kecanduan game online. Mereka tahan duduk berjam-jam di depan komputer bermain game yang terhubung dengan internet. Kalau sudah main mereka sering lupa segala-galanya, lupa belajar, lupa tidur, dan mungkin lupa sekolah/kuliah. Padahal bermain game online tidak hanya melelahkan stamina, tetapi juga menguras uang (untuk membayar akses internet).
Pengaruh buruk bermain game online (termasuk video games yang tidak menggunakan internet seperti PS2) pada anak sudah banyak dibahas di berbagai media, misalnya anak menjadi agresif, berbicara kasar, kurang bersosialisasi, mengganggu pertumbuhan, dan sebagainya (baca tulisan ini: Efek Bahaya Dari Kecanduan Games Online). Namun tidak hanya itu saja, anak bahkan sampai nekat mencuri agar bisa terus bermain game online di warnet. Sudah banyak berita atau tulisan yang membahas kecanduan game online ini dapat membuat anak berperilaku kriminal (baca ini: Kecanduan-Game-Online-Anak-Bisa-Kriminal). Di Bandung baru-baru ini ada seorang anak mencuri motor agar dapat memperoleh uang untuk bermain game online di warnet (baca berita ini). Kasus terbaru adalah sekumpulan bocah SD yang membobol rumah dan mencuri barang di dalamnya untuk dijual sebagai biaya bermain game online (Baca: 7-siswa-dibawah-umur-nekat-mencuri-karena-kecanduan-game-online).
Anda jangan kaget jika game online tidak hanya membuat candu anak-anak, bahkan mahasiswa pun ada yang “terjerumus” kecanduan game online. Kasusnya terjadi pada mahasiswa ITB, kebetulan mahasiswa di lingkungan fakultas saya. Nilai-nilai kuliahnya anjlok.. jlok..jlok, bahkan terancam drop out (DO), setelah ybs kecanduan game online. Bisa dimengerti kenapa anjlok sebab ia jarang kuliah, tidak ikut ujian, dan tidak membuat tugas kuliah. Untung saja kasus ini dapat diketahui oleh dosen walinya sehingga orangtuanya dipanggil ke kampus. Namun untuk melepaskan si mahasiswa dari kecanduan game online rupanya tidak mudah, dia perlu didampingi dua orang piskolog sekaligus untuk melepaskan ketergantungannya pada game online. Seperti apa terapinya saya kurang tahu. Yang jelas dukungan dan perhatian dari orangtua, teman, dan lingkungan sangat dibutuhkan dalam proses melepaskan ketergantungan game online tersebut.
Saya tidak mendengar kabar selanjutnya tentang mahasiswa yang kecanduan game online tersebut, namun sekarang ganti mahasiswa di bawah perwalian saya sendiri yang terkena candu game online. Program TPB-nya (tingkat 1 di ITB) sangat kritis, dia terancam D.O sebab sebagian besar mata kuliah TPB-nya tidak lulus. Kesempatan terakhir tinggal pada semester ini saja untuk menyelamatkan nasibnya di ITB. Parah, parah, parah!
Mungkin anda berpikir bahwa mahasiswa pecandu game online tersebut jika diarahkan dengan baik dapat menjadi game developer kelak. Sepertinya logikanya gampang, orang yang maniak game tentu dapat menjadi pembuat game. Namun saya sangsi, bagaimana dia dapat menjadi pembuat game jika sebagain besar waktunya habis untuk bermain game. Kapan berpikirnya? Harus dihentikan dulu maniaknya bermain game, baru dia bisa diarahkan menjadi seorang pengembang game.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar